Rabu, 25 Desember 2013

Dinding Pembatas Bernama “Emang Aku Siapa?”


Sebelumnya gue mau ngucapin selamat Natal buat yang ngerayain. Berbahagialah selalu :')

Oke, langsung aja. Ngomongin hati memang gak bakal pernah abis. Hati terlalu banyak punya masalah. Kadang ada hati yang kosong minta diisi (baca : jomblo), ada juga hati yang udah terisi, tapi masih mau nambah isinya sampe berlebihan (baca : selingkuh). Segala sesuatu yang berlebihan itu gak bagus. Termasuk berlebihan punya pacar. Sebab disisi lain, ada pihak yang malah gak punya pacar. Misal, yang nulis blog ini.

Nyari pacar itu gampang. Bagi yang punya tampang keren atau duit yang tumpukannya kayak baju kotor anak kosan. Sedangkan yang tampangnya biasa aja dan tiap akhir bulan numpang makan sana-sini? Ini gak pernah mudah. Karena biasanya juga bakal ditolak dengan jawaban “kita temenan aja ya”, walaupun jumlah temennya udah banyak. Tragis memang, cinta yang tulus harus terhalang oleh tampang yang gak mulus.

Minggu, 22 Desember 2013

Cerita Absurd Di Malam Minggu


Hay... hay.. apa kabar? Gimana weekend-nya? Semoga rasanya gak pait.

Oke, kalo Malam Minggu, kalian biasanya ngapain sih? Jalan sama pacar? Nonton? Atau jagain kuburan? Kalo gue sih biasanya pura-pura jadi batu biar gak ditanya “malam minggu ini kamu kemana?

Ngomong-ngomong soal malam minggu, jadi inget sama cerita malam minggu yang udah kemareeeeennnn banget nih. Tenang, cerita ini belom basi kok. Udah gue angetin soalnya. Dikira sayur keleus.

Ceritanya sore Sabtu itu gue pulang dari acara halal bihalal di kampus bareng maba. Pulangnya waktu itu udah maghrib, waktu itu pulangnya barengan sama abang sepupu gue. Kita naik kereta kuda. Halah..

Minggu, 15 Desember 2013

Yang Manis Itu Kadang Mengakibatkan Sakit.





Sore cerah di hari Minggu, dan entah udah berapa lama aku nungguin kamu. Halaah.

Jadi gini, tadi itu barusan ngaca. Ngeliat gigi geraham yang pecah seperampat bagian gegara makan kacang atom. Trus tiba-tiba ingat dulu pas dia masih sering sakit gigi.

Sakit gigi yang diakibatkan karena sering makan manis dan lupa buat gosok gigi. Jadi mikir, kadang  hati juga kayak gitu. Dijejali terus menerus dengan sesuatu yang manis. Sampai akhirnya yang manis itu menggerogoti hati dan menimbulkan sakit. Iya, sakit hati.
Sesuatu yang manis itu misalnya apa? Berharap.

Selasa, 10 Desember 2013

Sebuah Pelajaran Dari Kehilangan

Kadang, manusia selalu terlambat untuk menyadari apa yang mereka punya, apa yang berharga dalam hidup, dan terlalu sering mengabaikan. Barulah ketika sesuatu itu tidak lagi ada, mereka mencari-cari. Ya, manusia terlalu sering tidak menghargai sampai sesuatu itu hilang. Apapun itu, barang maupun orang.

Supaya lebih mudah, kita analogikan dengan sendal jepit. Kadang kalo kita abis make sandal jepit, suka digeletakin sembarangan, dianggurin. Keberadaan si sendal jepit cuma sebatas di depan pintu. Gak pernah sampe masuk ke dalam rumah. Dipake becek-becekan pas ujan, abis itu gak pernah di cuci. Panas, kepanasan. Hujan, kehujanan. Malam, kedinginan. Tapi si sendal jepit cuma diam dan tetap bertahan tanpa bergerak 1cm pun. Sedangkan kita, tetap tidak pernah memikirkan si sendal jepit. Hanya berkata “ahh, kan cuma sendal jepit”

Tapi pas ilang, baru dicari setengah mati. Karena apa? Karena tanpa kita sadari sebenarnya si sendal jepit itu berharga. Terlalu banyak cerita dan kenangan yang dilalui bersama si sendal jepit. Iya, terlalu banyak. Saking banyaknya kita bahkan lupa. Termasuk lupa menjaga sampai ia akhirnya hilang.

Dan kalo udah ilang, kita baru mikir sebab hilangnya kenapa. “perasaan aku taroh dinsini deh. Kok bisa hilang ya?” karena kamu cuma mengandalkan perasaan. Bukan memastikan. 

Hilangnya si sendal jepit pasti punya sebab. Sebab yang paling mungkin adalah diambil orang lain. Karena orang lain ternyata juga membutuhkan si sendal jepit. Orang lain melihat bahwa kamu gak pernah menghargai si sendal jepit, sehingga muncullah pemikiran kalo kamu gak butuh si sendal jepit. Jadi, walaupun diambil mungkin kamu gak bakal merasa kehilangan.

Sendal jepit. Itu contoh kecil. Bayangkan jika sendal jepit yang kita bicarakan adalah manusia. Orang yang selalu ada buat kamu, orang yang perhatian, orang yang sayang kamu. Tapi kamu memperlaukannya sama seperti sendal jepit. Diabaikan, tidak diperdulikan, tidak dianggap. Sampai akhirnya ketika ia sudah “hilang”, kamu baru mencari. Apakah si sendal jepit bakal ditemukan kembali? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Jikapun ditemukan, apakah pemilik baru si sendal jepit bakal dengan senang hati mengembalikan setelah perlakuan yang kamu perlihatkan?

Apa susahnya menghubungi, apa susahnya menanyakan kabar, apa susahnya sekedar bertanya “kamu lagi apa?”. Sama seperti apa susahnya memasukkan si sendal jepit ke dalam rumah atau mencuci setelah di pake becek-becekkan? Semua itu gak pernah sulit sama sekali. Semua itu cuma karena kamu tidak menghargai dan mengganggap bahwa si sendal jepit selalu baik-baik saja.

Dan kemudian kata-kata penyesalan keluar. “kenapa dulu nggak aku amanin ya?” “kenapa dulu gak di simpan baik baik ya?”. Kata “kenapa dulu” demi “kenapa dulu” itu muncul satu persatu sekarang setelah kehilangan. Apa gunanya lagi kata “kenapa dulu”, kalo seharusnya yang kamu lakukan itu “kenapa gak dari dulu”. Emang, penyesalan itu selalu datang belakangan, kalo datang diawal itu namanya pendaftaran.

Dan paragraf terakhir tulisan ini adalah sebuah kesimpulan, bahwa kita baru belajar menghargai setelah kita kehilangan. Cukup sandal jepit. Jangan lagi terulang untuk hal-hal yang lain. Termasuk orang-orang di samping kamu. Apa harus hilang dulu baru kamu sayang?

 

iracialist Template by Ipietoon Cute Blog Design