Selasa, 10 Desember 2013

Sebuah Pelajaran Dari Kehilangan

Kadang, manusia selalu terlambat untuk menyadari apa yang mereka punya, apa yang berharga dalam hidup, dan terlalu sering mengabaikan. Barulah ketika sesuatu itu tidak lagi ada, mereka mencari-cari. Ya, manusia terlalu sering tidak menghargai sampai sesuatu itu hilang. Apapun itu, barang maupun orang.

Supaya lebih mudah, kita analogikan dengan sendal jepit. Kadang kalo kita abis make sandal jepit, suka digeletakin sembarangan, dianggurin. Keberadaan si sendal jepit cuma sebatas di depan pintu. Gak pernah sampe masuk ke dalam rumah. Dipake becek-becekan pas ujan, abis itu gak pernah di cuci. Panas, kepanasan. Hujan, kehujanan. Malam, kedinginan. Tapi si sendal jepit cuma diam dan tetap bertahan tanpa bergerak 1cm pun. Sedangkan kita, tetap tidak pernah memikirkan si sendal jepit. Hanya berkata “ahh, kan cuma sendal jepit”

Tapi pas ilang, baru dicari setengah mati. Karena apa? Karena tanpa kita sadari sebenarnya si sendal jepit itu berharga. Terlalu banyak cerita dan kenangan yang dilalui bersama si sendal jepit. Iya, terlalu banyak. Saking banyaknya kita bahkan lupa. Termasuk lupa menjaga sampai ia akhirnya hilang.

Dan kalo udah ilang, kita baru mikir sebab hilangnya kenapa. “perasaan aku taroh dinsini deh. Kok bisa hilang ya?” karena kamu cuma mengandalkan perasaan. Bukan memastikan. 

Hilangnya si sendal jepit pasti punya sebab. Sebab yang paling mungkin adalah diambil orang lain. Karena orang lain ternyata juga membutuhkan si sendal jepit. Orang lain melihat bahwa kamu gak pernah menghargai si sendal jepit, sehingga muncullah pemikiran kalo kamu gak butuh si sendal jepit. Jadi, walaupun diambil mungkin kamu gak bakal merasa kehilangan.

Sendal jepit. Itu contoh kecil. Bayangkan jika sendal jepit yang kita bicarakan adalah manusia. Orang yang selalu ada buat kamu, orang yang perhatian, orang yang sayang kamu. Tapi kamu memperlaukannya sama seperti sendal jepit. Diabaikan, tidak diperdulikan, tidak dianggap. Sampai akhirnya ketika ia sudah “hilang”, kamu baru mencari. Apakah si sendal jepit bakal ditemukan kembali? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Jikapun ditemukan, apakah pemilik baru si sendal jepit bakal dengan senang hati mengembalikan setelah perlakuan yang kamu perlihatkan?

Apa susahnya menghubungi, apa susahnya menanyakan kabar, apa susahnya sekedar bertanya “kamu lagi apa?”. Sama seperti apa susahnya memasukkan si sendal jepit ke dalam rumah atau mencuci setelah di pake becek-becekkan? Semua itu gak pernah sulit sama sekali. Semua itu cuma karena kamu tidak menghargai dan mengganggap bahwa si sendal jepit selalu baik-baik saja.

Dan kemudian kata-kata penyesalan keluar. “kenapa dulu nggak aku amanin ya?” “kenapa dulu gak di simpan baik baik ya?”. Kata “kenapa dulu” demi “kenapa dulu” itu muncul satu persatu sekarang setelah kehilangan. Apa gunanya lagi kata “kenapa dulu”, kalo seharusnya yang kamu lakukan itu “kenapa gak dari dulu”. Emang, penyesalan itu selalu datang belakangan, kalo datang diawal itu namanya pendaftaran.

Dan paragraf terakhir tulisan ini adalah sebuah kesimpulan, bahwa kita baru belajar menghargai setelah kita kehilangan. Cukup sandal jepit. Jangan lagi terulang untuk hal-hal yang lain. Termasuk orang-orang di samping kamu. Apa harus hilang dulu baru kamu sayang?

0 komentar:

Posting Komentar

 

iracialist Template by Ipietoon Cute Blog Design